Awasi Pemilu - Masih tingginya pelanggaran Netralitas ASN (Aparatur Sipil Negara) pada setiap penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada, selalu menjadi sorotan dan perlu dijadikan salah satu pokus pengawasan oleh Bawaslu dan jajarannya.
Netralitas ASN adalah setiap ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Aparatur Sipil Negara sebagai penyelenggara aktivitas pemerintahan, idealnya pemerintah independent dari kepentingan politik. Artinya ASN selaku pelaksana kebijakan dari pemerintah harus menjalankan tugasnya secara netral dari aspek politik, termasuk bertindak sesuai asas imparsialitas dalam menjalankan kebijakan pemerintah.
Ada dua indikator utama dari netralitas politik yang harus diperhatikan oleh seorang ASN pada penyelenggaran Pemilu maupun Pilkada, yaitu:
a. Tidak terlibat, dalam arti tidak menjadi tim sukses calon kandidat pada masa kampanye atau menjadi peserta kampanye baik dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS.
b. Tidak memihak, dalam arti tidak membantu dalam membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon, tidak mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap salah satupasangan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah pada masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan,seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkup unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat, serta tidak membantu dalam menggunakan fasilitas negara yang terkait dengan jabatan dalam rangka pemenangan salah satu calon pasangan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah pada masa kampanye.
Demi terwujudnya pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada yang mencerminkan kompetensi yang bersih diharapkan adanya kesadaran dan integritas tinggi dimiliki oleh seorang ASN untuk selalu bersikap netral.
PENYEBAB PELANGGARAN NETRALITAS ASN
Beberapa faktor penyebab ASN tidak netral, antara lain:
a. Motif Mendapatkan/Mempertahankan Jabatan
Patronasi politik terjadi karena Kepala Daerah adalah pejabat
politik yang sekaligus menjabat sebagai Pejabat Pembina
Kepegawaian (PPK). PPK memiliki kewenangan dan kekuasaan
dalam mempromosikan, memutasi, mendemosi pegawai ASN.
Hal ini mengakibatkan pegawai ASN dalam situasi dilematis.
Di satu sisi, mereka harus bersikap netral dalam arti tidak
menunjukkan keberpihakan terhadap kepala daerah yang
meminta dukungan pada saat pelaksanaan Pilkada, di sisi lain,
karier mereka berada di tangan kepala daerah.
b. Adanya Hubungan Primordial
Pelanggaran ASN terhadap asas netralitas juga dipicu oleh
hubungan kekeluargaan, kesamaan pejabat politik, baik
hubungan di dalam organisasi maupun di luar organisasi yang
mengganggu profesionalisme dalam menjalankan tugas.
Dampak dari primordialisme adalah lemahnya penegakan
asas netralitas, PPK tidak menindaklanjuti dan memberikan
sanksi terhadap pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh
ASN, termasuk tidak melaksanakan rekomendasi yang sudah
diberikan KASN.
c. Ketidakpahaman terhadap regulasi berkaitan dengan
Netralitas
Beberapa pegawai ASN menyatakan bahwa mereka
belum mengetahui dan memahami peraturan berkaitan dengan netralitas ASN yang dikeluarkan oleh Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokarasi (PANRB) tahun 2016 dan KASN tahun 2017.
Sosialisasi terkait
peraturan tersebut telah dilakukan oleh KASN bekerjasama
dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PAN-RB,
dan Bawaslu sejak tahun 2016, namun masih banyak pegawai
ASN yang belum memahami ketentuan yang ada karena tidak
disosialisasikan kembali di internal instansinya masing - masing.
d. Faktor lain
Seperti adanya tekanan dari atasan;
rendahnya integritas ASN; anggapan ketidaknetralan
adalah sebagai hal lumrah; dan sanksi yang diberikan
tidak menimbulkan efek jera.